KELAYAKAN USAHA AGROINDUSTRI BAWANG GORENG PALU DI KABUPATEN DONGGALA
Analisis
Finansial
Analisis ini
diharapkan dapat menjawab apakah para pengusaha akan mendapatkan keuntungan
dari industry bawang goreng yang dikelolahnya jika menggunakan modal sendiri
dan mampu mengembalikan kredit yang diberikan oleh pihak perbankkan dalam
jangka waktu yang wajar jika menggunakan modal pinjaman.Perhitungan ini
didasarkan pada kelayakan industri bawang goreng skala usaha menegah. Melalui
pendekatan financial, dianalisis manfaat dan biaya financial industri
bawang goreng. Biaya yang diperhitungkan dalam analisis ini meliputi :
(1) biaya
investasi
(2) biaya
variable dan;
(3) biaya tetap
Manfaat berupa
penerimaan yang diperoleh dari nilai penjualan produksi bawang goreng.
Tingginya biaya pengadaan bahan baku bawang merah sangat mempengaruhi kelangsungan
industri bawang goreng. Kenaikan harga bawang merah sangat memberatkan
pengusaha dalam melanjutkan usahanya karena dampak pada penghentian sementara
usaha atau bahkan ada beberapa industri skala kecil yang sudah tidak beroperasi
(bangkrut). Hal lain yang menyebabkan ketidak berlangsungannya industri bawang
goreng adalah inflasi yang mencapai 18,38% pada bulan November 2006, yang masih
berlanjut sampai tahun 2007, yakni 17,90% pada bulan Maret dan 15,50% pada
bulan Juni. Berdasarkan hal tersebut, diperlukan kebijakan dari pemerintah
barupa pemberian kredit dengan suku bunga pinjaman yang relatif rendah. Produksi
yang dihasilkan berupa bawang goreng siap konsumsi, dilakukan perusahaan tiap
hari sepanjang tahun. Ratarata produksi yang dihasilkan sebesar 300 kg per hari
atau 109.500 kg per tahun dengan rata-rata produktivitas 1,12 kg per jam yang diukur
dengan pendekatan produktivitas tenaga kerja. Kemampuan poduksi didukung pula
oleh kemampuan maksimal peralatan yang dimiliki untuk mengahasilkan produksi. Maka
kemampuan industri bawang goring untuk skala menegah setiap harinya sebanyak 1.500
kg. Untuk tiap 100 kg bawang merah
dapat
menghasilkan 20-30 kg bawang. rendemen bawang merah yang diolah menjadi bawang
goreng sebesar 20-30%. Penggunaan teknologi dalam pengolahan pada industry skala
menegah memungkinkan tenaga kerja dapat bekerja lebih efisien dan efektif. Hal
ini menyebabkan tenaga kerja memiliki produktivitas yang lebih tinggi.
Berdampak pada tingakat gaji dan upah yang diperoleh tenaga kerja lebih besar. Penerimaan
industri bawang goring diperoleh dari perkalian produksi sebesar 19.500 kg per
tahun dengan harga jual bawang goreng sebesar Rp70.000 per kg. Maka, rata-rata
penerimaan yang diperoleh sebesar Rp7.665.000 per tahun. Nilai ini pula menunjukkan
besarnya manfaat industry bawang goreng yang secara analisis financial layak
untuk diusahakan dan atau dikembangkan, ini ditunjukkan oleh nilai NPV sebesar
Rp10.406.415.482, BCR sebesar 1,61 dan IRR sebesar 576,13% atau NPV
> 0,BCR
>1dan
IRR >12,30%(tingkat
diskonto). Sedangkan keuntungan industry yang diperoleh dari selisih penerimaan
dengan biaya-biaya yang dikeluarkan sebesar Rp3.056.587.500 per tahun. Jika
jumlah keuntungan tersebut dikonversi per bulan maka diperoleh keuntungan
sebesar Rp245.715.625 per bulan. Maka faktor yang mempengauhi keuntungan yang
diperoleh adalah jumlah produksi dan biaya yang dikeluarkan untuk membeli
sarana produksi.
Keuntungan dengan Pendekatan Biaya Amortisasi
Biaya
amortisasi dipergunakan untuk menghitung biaya pengembalian investasi
(pokok+bunga) pada akhir periode ke-t pada tingkat bunga i. Biaya
amotisasi dihitung dari perkalian antara nilai investasi sebesar Rp529.500.000
dengan nilai capital recovery factor (CRF) sebesar 0,2795 industri
bawang goreng pada akhir tahun ke-5 pada tingkat bunga 12,30%. Berdasarkan
biaya amortisasi tersebut, diperoleh nilai pengembalian investasi pada akhir
tahun ke-5 pada tingkat bunga 12,30%, dengan cara menjumlahkan nilai CF x A pada
tahun ke-0 sampai tahun ke-4 diperoleh sebesar Rp945.724.730. Keuntungan
industri bawang goreng diperoleh dengan mengurangkan total penerimaan dengan total
biaya dan biaya amortisasi ( ), jika maka industri bawang goreng layak
diusahakan.
Analisis Kepekaan (sensitivity Analysis)
Analisis
kepekaan dilakukan untuk mengetahui pengaruh faktor-faktor ketidakpastian
(risiko) yang mungkin terjadi dalam kegiatan perekonomian yang dapat
mempenagruhi kelangsungan industri bawang goreng yang dikelola pengusaha.
Faktor ketidakpastian yang dapat mempengaruhi kelangsungan industri bawang
goreng, terdiri dari: (a) kenaikan harga-harga umum faktor produksi; dan (b)
penurunan harga bawang goreng. Analisis kepekaan yang digunakan dalam
penelitian ini menggunakan pendekataan pengaruh inflasi terhadap tingkat
kelayakan finansial yang disusun dalam tiga kriterian (Tabel 2). Penetapan
inflasi sebesar 18,38% didasarkan pada nilai inflasi tertinggi yang terjadi 5
tahun terakhir yakni pada bulan November 2006. Secara umum berdasarkan analisis
sensitivitas tiga kriteria, pertama, kedua dan ketiga, diketahui bahwa industri
bawang goreng layak untuk diusahakan dan kembangkan. Oleh karena kenaikan,
penurunan dan tetap biaya sebesar 18,38% tidak mempengaruhi kelangsungan usaha
industri bawang goreng.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Secara
umum industri bawang goreng layak untuk diusahakan dan kembangkan.
Saran
Perlu dukungan dan kebijakan pemerintah berupa pemberian
kredit dengan tingkat bunga yang rendah kepada pengusaha industri bawang
goreng.
0 comments:
Post a Comment
Tanggapan