Test Footer

LightBlog

Tuesday, April 3, 2012

AGROINDUSTRI BAWANG GORENG PALU DI KABUPATEN DONGGALA


KELAYAKAN USAHA AGROINDUSTRI BAWANG GORENG PALU DI KABUPATEN DONGGALA

Yulianti Yulianti, Nilam Sari
Full Text download : PDF
 
Analisis Finansial
Analisis ini diharapkan dapat menjawab apakah para pengusaha akan mendapatkan keuntungan dari industry bawang goreng yang dikelolahnya jika menggunakan modal sendiri dan mampu mengembalikan kredit yang diberikan oleh pihak perbankkan dalam jangka waktu yang wajar jika menggunakan modal pinjaman.Perhitungan ini didasarkan pada kelayakan industri bawang goreng skala usaha menegah. Melalui pendekatan financial, dianalisis manfaat dan biaya financial industri bawang goreng. Biaya yang diperhitungkan dalam analisis ini meliputi :
(1) biaya investasi
(2) biaya variable dan;
(3) biaya tetap

Manfaat berupa penerimaan yang diperoleh dari nilai penjualan produksi bawang goreng. Tingginya biaya pengadaan bahan baku bawang merah sangat mempengaruhi kelangsungan industri bawang goreng. Kenaikan harga bawang merah sangat memberatkan pengusaha dalam melanjutkan usahanya karena dampak pada penghentian sementara usaha atau bahkan ada beberapa industri skala kecil yang sudah tidak beroperasi (bangkrut). Hal lain yang menyebabkan ketidak berlangsungannya industri bawang goreng adalah inflasi yang mencapai 18,38% pada bulan November 2006, yang masih berlanjut sampai tahun 2007, yakni 17,90% pada bulan Maret dan 15,50% pada bulan Juni. Berdasarkan hal tersebut, diperlukan kebijakan dari pemerintah barupa pemberian kredit dengan suku bunga pinjaman yang relatif rendah. Produksi yang dihasilkan berupa bawang goreng siap konsumsi, dilakukan perusahaan tiap hari sepanjang tahun. Ratarata produksi yang dihasilkan sebesar 300 kg per hari atau 109.500 kg per tahun dengan rata-rata produktivitas 1,12 kg per jam yang diukur dengan pendekatan produktivitas tenaga kerja. Kemampuan poduksi didukung pula oleh kemampuan maksimal peralatan yang dimiliki untuk mengahasilkan produksi. Maka kemampuan industri bawang goring untuk skala menegah setiap harinya sebanyak 1.500 kg. Untuk tiap 100 kg bawang merah
dapat menghasilkan 20-30 kg bawang. rendemen bawang merah yang diolah menjadi bawang goreng sebesar 20-30%. Penggunaan teknologi dalam pengolahan pada industry skala menegah memungkinkan tenaga kerja dapat bekerja lebih efisien dan efektif. Hal ini menyebabkan tenaga kerja memiliki produktivitas yang lebih tinggi. Berdampak pada tingakat gaji dan upah yang diperoleh tenaga kerja lebih besar. Penerimaan industri bawang goring diperoleh dari perkalian produksi sebesar 19.500 kg per tahun dengan harga jual bawang goreng sebesar Rp70.000 per kg. Maka, rata-rata penerimaan yang diperoleh sebesar Rp7.665.000 per tahun. Nilai ini pula menunjukkan besarnya manfaat industry bawang goreng yang secara analisis financial layak untuk diusahakan dan atau dikembangkan, ini ditunjukkan oleh nilai NPV sebesar Rp10.406.415.482, BCR sebesar 1,61 dan IRR sebesar 576,13% atau NPV > 0,BCR >1dan IRR >12,30%(tingkat diskonto). Sedangkan keuntungan industry yang diperoleh dari selisih penerimaan dengan biaya-biaya yang dikeluarkan sebesar Rp3.056.587.500 per tahun. Jika jumlah keuntungan tersebut dikonversi per bulan maka diperoleh keuntungan sebesar Rp245.715.625 per bulan. Maka faktor yang mempengauhi keuntungan yang diperoleh adalah jumlah produksi dan biaya yang dikeluarkan untuk membeli sarana produksi.

Keuntungan dengan Pendekatan Biaya Amortisasi
Biaya amortisasi dipergunakan untuk menghitung biaya pengembalian investasi (pokok+bunga) pada akhir periode ke-t pada tingkat bunga i. Biaya amotisasi dihitung dari perkalian antara nilai investasi sebesar Rp529.500.000 dengan nilai capital recovery factor (CRF) sebesar 0,2795 industri bawang goreng pada akhir tahun ke-5 pada tingkat bunga 12,30%. Berdasarkan biaya amortisasi tersebut, diperoleh nilai pengembalian investasi pada akhir tahun ke-5 pada tingkat bunga 12,30%, dengan cara menjumlahkan nilai CF x A pada tahun ke-0 sampai tahun ke-4 diperoleh sebesar Rp945.724.730. Keuntungan industri bawang goreng diperoleh dengan mengurangkan total penerimaan dengan total biaya dan biaya amortisasi ( ), jika maka industri bawang goreng layak diusahakan.

Analisis Kepekaan (sensitivity Analysis)
Analisis kepekaan dilakukan untuk mengetahui pengaruh faktor-faktor ketidakpastian (risiko) yang mungkin terjadi dalam kegiatan perekonomian yang dapat mempenagruhi kelangsungan industri bawang goreng yang dikelola pengusaha. Faktor ketidakpastian yang dapat mempengaruhi kelangsungan industri bawang goreng, terdiri dari: (a) kenaikan harga-harga umum faktor produksi; dan (b) penurunan harga bawang goreng. Analisis kepekaan yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekataan pengaruh inflasi terhadap tingkat kelayakan finansial yang disusun dalam tiga kriterian (Tabel 2). Penetapan inflasi sebesar 18,38% didasarkan pada nilai inflasi tertinggi yang terjadi 5 tahun terakhir yakni pada bulan November 2006. Secara umum berdasarkan analisis sensitivitas tiga kriteria, pertama, kedua dan ketiga, diketahui bahwa industri bawang goreng layak untuk diusahakan dan kembangkan. Oleh karena kenaikan, penurunan dan tetap biaya sebesar 18,38% tidak mempengaruhi kelangsungan usaha industri bawang goreng.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Secara umum industri bawang goreng layak untuk diusahakan dan kembangkan.

Saran
Perlu dukungan dan kebijakan pemerintah berupa pemberian kredit dengan tingkat bunga yang rendah kepada pengusaha industri bawang goreng.

0 comments:

Post a Comment

Tanggapan